Donald Trump Unggah Foto AI Berpakaian Paus, Picu Kecaman Saat Masa Berkabung di Vatikan

Donald Trump menuai kritik usai unggah gambar AI dirinya berpakaian Paus saat Vatikan masih dalam masa berkabung atas wafatnya Paus Fransiskus. 

VATIKAN – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memicu kontroversi besar setelah mengunggah gambar hasil kecerdasan buatan (AI) yang menampilkan dirinya mengenakan pakaian Paus. Unggahan itu muncul pada Jumat (2/5/2025), hanya beberapa hari sebelum konklaf pemilihan Paus baru dan di tengah masa berkabung atas wafatnya Paus Fransiskus.

Gambar tersebut diposting melalui platform milik Trump, Truth Social, lalu dibagikan ulang oleh akun resmi Gedung Putih di X. Publikasi gambar ini langsung memicu reaksi keras, baik dari media sosial maupun dari lingkungan Vatikan, yang saat itu masih dalam masa sembilan hari berkabung resmi.

Sejumlah tokoh Katolik menyatakan keberatan. Konferensi Katolik Negara Bagian New York menyebut aksi tersebut sebagai bentuk penghinaan terhadap umat Katolik. "Tidak ada yang lucu dari gambar ini, Tuan Presiden," tulis mereka. "Kami baru saja memakamkan Paus Fransiskus, dan konklaf untuk memilih penggantinya segera dimulai."

Reaksi serupa datang dari Italia. Mantan Perdana Menteri Italia, Matteo Renzi, menyebut unggahan Trump sebagai tindakan memalukan. “Gambar ini melecehkan umat beriman dan mempermainkan hal-hal yang seharusnya sakral,” ujarnya lewat platform X.

Media-media Eropa seperti La Repubblica menyoroti unggahan tersebut dengan nada tajam. Mereka menuduh Trump mengalami "megalomania patologis", yaitu kondisi psikologis di mana seseorang memiliki rasa keagungan dan kekuasaan yang berlebihan.

Terkait kritik itu, Juru Bicara Gedung Putih Karoline Leavitt menjelaskan bahwa gambar tersebut hanya dimaksudkan sebagai bentuk humor, bukan hinaan. Ia mengatakan, “Presiden Trump adalah pembela kebebasan beragama dan seorang Katolik. Gambar itu hanyalah lelucon ringan menjelang konklaf.”

Trump sendiri sempat bercanda dalam pernyataannya bahwa dirinya bisa saja menjadi "pilihan nomor satu" dalam pemilihan Paus. Candaan itu ia lontarkan sebelum memperkenalkan Kardinal Timothy Dolan dari New York. Namun, komentar itu menuai kekhawatiran karena dapat dianggap sebagai campur tangan dalam proses konklaf, yang seharusnya steril dari pengaruh politik eksternal.

Peristiwa ini menunjukkan betapa sensitifnya momen pemilihan Paus, dan bahwa tindakan simbolik sekecil apapun bisa memicu dampak besar, terutama jika melibatkan tokoh berpengaruh seperti Presiden Amerika Serikat.

Post a Comment

Previous Post Next Post