BMKG ungkap kemarau basah 2025 disebabkan kombinasi fenomena atmosfer, bukan hanya bibit siklon. Hujan masih mengguyur meski musim kemarau tiba.
Jakarta – Awal musim kemarau 2025 di Indonesia ditandai dengan curah hujan yang masih tinggi di berbagai wilayah. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa kondisi ini dipicu oleh lebih dari sekadar bibit vorteks di Samudra Hindia.
Kemarau Basah Dipengaruhi Banyak Faktor
Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, menjelaskan bahwa kemunculan awan hujan disebabkan oleh keterlambatan pergerakan angin Monsun Australia serta suhu muka laut yang hangat di sekitar perairan Indonesia. Dua hal ini meningkatkan kelembapan udara yang mendorong terbentuknya awan konvektif.
Selain itu, gelombang atmosfer seperti Kelvin, Rossby, dan Madden-Julian Oscillation (MJO) juga memperkuat kondisi atmosfer basah yang membuat hujan tetap turun meski kemarau telah dimulai.
Curah Hujan Masih Tinggi di Banyak Wilayah
BMKG memprediksi bahwa kemarau tahun ini akan tetap disertai curah hujan di atas normal. Berdasarkan data hingga pertengahan Mei 2025, wilayah Sumatera bagian selatan dan sebagian besar Jawa masih mencatat curah hujan lebih dari 50 mm selama tiga dasarian berturut-turut. Ini menunjukkan musim hujan belum sepenuhnya berakhir.
Gangguan Tropis di Samudra Hindia Belum Signifikan
BMKG juga memantau sistem gangguan tropis di barat daya Bengkulu sejak 15 Mei. Meski terdapat indikasi sirkulasi siklonik bertekanan rendah, belum ada perkembangan menuju siklon tropis atau aktivitas konvektif yang cukup kuat. Karena itu, gangguan ini belum dianggap sebagai penyebab utama curah hujan tinggi.
"Dampaknya terhadap cuaca Indonesia masih bersifat tidak langsung dan belum signifikan," jelas Andri.
Wilayah yang Sudah Masuk Musim Kemarau
Beberapa zona musim (ZOM) di Indonesia sudah mulai memasuki kemarau, seperti wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan bagian selatan Jawa Tengah hingga Jawa Timur. BMKG memperkirakan awal musim kemarau di wilayah lain seperti Sumatera bagian selatan dan Pulau Jawa akan terjadi antara Mei hingga Juni 2025.
Peneliti BRIN: Fenomena Vorteks Masih Aktif
Erma Yulihastin, peneliti dari Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, menyebut bahwa dinamika bibit badai vorteks di Samudra Hindia masih menjadi salah satu pemicu kemarau basah di Indonesia. Ia memprediksi hujan masih akan berlangsung hingga dasarian kedua Mei 2025, terutama di Sumatera bagian selatan dan wilayah Jawa.
Udah masuk kemarau tapi masih hujan terus. Cuaca sekarang benar-benar gak bisa ditebak. Mending bawa payung tiap hari!