Washington D.C. — Pemerintahan Presiden Donald Trump meminta Mahkamah Agung Amerika Serikat untuk segera memberlakukan larangan terhadap anggota militer transgender, sambil menunggu proses hukum yang masih berjalan.
Permintaan resmi ini diajukan pada Kamis (25/4/2025) oleh Solicitor General D. John Sauer. Ia menyatakan bahwa tanpa campur tangan Mahkamah Agung, pelaksanaan larangan tersebut bisa tertunda berbulan-bulan, sesuatu yang dinilainya berdampak negatif terhadap kesiapan militer dan kepentingan nasional.
Langkah ini diambil setelah pengadilan banding mempertahankan blokade atas kebijakan tersebut. Pemerintah mendesak agar Mahkamah Agung setidaknya mengizinkan larangan diberlakukan, kecuali terhadap delapan penggugat dalam kasus ini.
Dilansir dari Associated Press, Presiden Trump sejak awal masa jabatannya aktif membatasi hak-hak kelompok transgender. Salah satunya lewat perintah eksekutif yang menyebut identitas transgender bertentangan dengan nilai kejujuran, kehormatan, dan disiplin militer.
Menteri Pertahanan Pete Hegseth pun mengeluarkan kebijakan yang melarang transgender bergabung dalam militer, meski upaya ini menghadapi perlawanan di pengadilan. Pada Maret lalu, Hakim Distrik Benjamin Settle di Tacoma, Washington, memenangkan gugatan para anggota transgender, menyebut larangan itu diskriminatif dan merusak karier mereka.
Hakim Settle, seorang mantan perwira hukum militer, juga menyoroti bahwa tidak ada bukti anggota transgender menyebabkan masalah di tubuh militer selama empat tahun terakhir.
Pada masa pemerintahan Barack Obama, transgender diizinkan bertugas terbuka di militer. Namun Trump memberlakukan kembali larangan, kecuali bagi mereka yang sudah dalam proses transisi sebelumnya. Kebijakan ini sempat diberlakukan hingga Presiden Joe Biden membatalkannya begitu menjabat.
Kini, Departemen Pertahanan di bawah Trump kembali mendorong larangan total tanpa pengecualian. Pemerintah beralasan bahwa kebijakan baru ini "secara substansi tidak berbeda" dari larangan sebelumnya.
Meski jumlah anggota transgender di militer AS hanya mewakili kurang dari 1% dari total personel aktif, keberadaan mereka tetap menjadi isu penting dalam kebijakan pertahanan.
Beberapa pengadilan federal terus menahan penerapan larangan ini. Di New Jersey, seorang hakim memblokir pemecatan dua anggota transgender, menyatakan bahwa kerugian karier dan reputasi mereka tidak bisa diperbaiki dengan kompensasi finansial.