JAKARTA – Perang dagang antara Amerika Serikat dan China kembali memanas di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump. Eskalasi terbaru kebijakan tarif membuat sektor pertanian AS, terutama petani kedelai, kembali terpukul.
Kebijakan tarif Trump terhadap barang impor asal China awalnya dinaikkan bertahap dari 34 persen, 84 persen, hingga mencapai 125 persen. Sebagai respons, pemerintah China membalas dengan tarif serupa terhadap barang impor dari AS, termasuk produk pertanian seperti kedelai.
China Hentikan Impor Kedelai AS
Mengutip laporan CNN, China memutuskan untuk menyetop impor kacang kedelai dari AS, sebuah langkah yang sebelumnya juga dilakukan Beijing saat perang dagang memuncak pada 2018.
Padahal, China selama ini merupakan pasar terbesar bagi ekspor pertanian AS, termasuk kedelai, biji minyak, dan gandum. Kacang kedelai menjadi komoditas utama karena digunakan sebagai pakan ternak di Negeri Tirai Bambu.
Dengan diberlakukannya tarif tambahan sebesar 125 persen pada produk pertanian AS, total tarif kedelai asal AS yang masuk ke China kini mencapai 135 persen. Angka ini membuat ekspor kedelai AS ke China nyaris tidak kompetitif dan mendekati nol.
Brasil Jadi Pemenang Perang Dagang
Sementara petani AS mengalami kerugian, Brasil justru mendapatkan keuntungan besar. Sebagai pengekspor kedelai terbesar di dunia, Brasil kini menjadi pemasok utama kedelai ke China. Ekspor kedelai Brasil ke China telah melonjak lebih dari 280 persen sejak 2010.
Pada 2024, lebih dari 73 persen kedelai yang diimpor China berasal dari Brasil. Bahkan, Presiden Xi Jinping melakukan kunjungan kenegaraan ke Brasil sebagai bentuk penguatan hubungan ekonomi, terutama di sektor pangan.
Panen kedelai Brasil tahun ini diprediksi mencapai rekor tertinggi. Ini memperkuat dominasi Brasil dan membuka peluang lebih besar untuk menutup kekosongan pasokan dari AS.
Kerugian Petani Kedelai AS
Menurut data dari American Soybean Association, sektor pertanian AS mengalami kerugian sekitar USD 27 miliar akibat perang dagang yang terjadi pada masa jabatan pertama Trump. Sekitar 71 persen dari kerugian itu berasal dari penurunan ekspor kedelai ke China.
Petani kedelai di negara bagian produsen utama seperti Illinois dan Minnesota adalah yang paling terdampak. Ironisnya, sebagian besar petani ini adalah basis pemilih Partai Republik dan pendukung Trump dalam pemilu 2024.
Ketergantungan yang Jadi Bumerang
Langkah Trump menaikkan tarif dimaksudkan untuk menutup defisit perdagangan dengan China, yang mencapai hampir USD 300 miliar. Namun kenyataannya, kebijakan ini justru memperparah kondisi ekonomi dalam negeri.
Dengan hilangnya pasar ekspor utama dan meningkatnya beban tarif, banyak petani dan pelaku usaha kecil terpaksa gulung tikar. Situasi ini menunjukkan bahwa dalam sistem perdagangan global yang saling bergantung, kebijakan sepihak bisa menjadi bumerang.