Yayasan GHF kirim bantuan ke Gaza pakai tentara bayaran. PBB dan LSM kecam keras karena dinilai langgar prinsip netralitas.
Washington DC – Di tengah krisis kemanusiaan yang memburuk di Gaza, organisasi swasta baru asal Amerika Serikat, Gaza Humanitarian Foundation (GHF), menjadi sorotan. Alih-alih melibatkan lembaga kemanusiaan tradisional, distribusi bantuan justru dirancang akan dikelola oleh mantan tentara bayaran AS yang dilatih di Israel.
Misi Kontroversial GHF
GHF dipimpin Jake Wood, veteran militer AS yang sebelumnya memimpin organisasi Team Rubicon. Misi GHF adalah membangun sistem distribusi bantuan "aman, independen, dan transparan" di Gaza selatan, diawasi oleh kontraktor swasta bersenjata dan dikoordinasikan bersama militer Israel.
Rencana ini menyebutkan penggunaan kendaraan lapis baja dan GPS untuk distribusi paket bantuan berisi makanan, air, obat-obatan, dan produk kebersihan senilai USD 65 per kotak. Target awalnya menjangkau 1,2 juta warga Gaza dan diperluas hingga dua juta penerima.
Reaksi PBB dan Lembaga Kemanusiaan
Rencana ini mendapat penolakan keras. PBB dan lebih dari selusin LSM menilai pendekatan GHF mengabaikan prinsip-prinsip kemanusiaan. Kepala kemanusiaan PBB, Tom Fletcher, menyebut inisiatif GHF hanya menjangkau sebagian kecil warga dan bisa memperburuk konflik.
Kelompok seperti Action for Humanity dan CAABU menyebutnya sebagai bentuk bantuan yang "berpihak, dipersenjatai, dan melanggar netralitas." Mereka memperingatkan bahwa penggunaan tentara bayaran dalam distribusi bantuan bisa mengarah pada eskalasi kekerasan.
Bantahan GHF: Kami Hanya Ingin Memberi Makan
Jake Wood membantah tuduhan manipulasi politik. Ia menegaskan tujuan GHF murni untuk membantu warga Gaza yang telah kelaparan lebih dari sepuluh minggu. "Kami tidak terlibat dalam pengusiran paksa atau operasi militer," katanya kepada CNN.
Kerja Sama AS-Israel dan Risiko Netralitas
Sementara tentara bayaran mulai tiba di Tel Aviv untuk pelatihan, kekhawatiran soal campur tangan militer dan pengaruh politik meningkat. Israel membatasi bantuan dari jalur PBB dan hanya mengizinkan sembilan truk per hari, sambil menunggu sistem GHF berjalan.
Kritikus menilai langkah ini dapat menjadikan bantuan sebagai alat politik. Mereka juga menyoroti kapasitas distribusi GHF yang masih jauh dari kebutuhan 2,2 juta penduduk Gaza.